Pemimpin Mokondo

Thursday, 19 December 2024 : 08:19
Baca Lainnya
Pemimpin Mokondo. Satu istilah yang lebih saya dedikasikan untuk peringatan bagi diri sendiri, bukan untuk orang lain. Jadi kamu yang baperan, menganggap tulisan ini menyerang tuan yang menjadikan kamu alas kakinya, kamu skip aja untuk membaca tulisan ini ya... Ok deal ya... karena saya tidak mempersembahkan tulisan ini untuk tuanmu, tapi untuk diriku dan orang-orang yang mau diberi peringatan.

Oke lanjut ya...

Istilah Mokondo sendiri baru lahir di era modern, seiring dengan hobi generasi milenial menyingkat-nyingkat satu kalimat yang panjang. Mokondo merupakan singkatan dari 'Modal K**tol Doank', sebuah istilah kasar dari bahasa yang sebelumnya sedikit lembut 'Modal Tampang Doank".

Mokondo lebih melekat peruntukannya kepada laki-laki, karena budaya Timur dan Islam khususnya, juga lebih menitikberatkan tanggung jawab yang besar pada kaum lelaki. Jadi kalau ada lelaki yang cuma modal dengkul, maka ia dicap masyarakat milenial sebagai Mokondo.

Konon ciri-ciri lelaki yang seperti ini, sangat rajin pamer auratnya di akun media sosialnya. Tak hanya sebatas ketampanan, perut six pack, bahkan sampai memamerkan celana dalam yang ia pakai, dengan dalih lagi endorse celana dalam.

Emang sih, di antara mereka akhirnya dapat pemasukan dari endorse produsen celana dalam. Namun gestur tubuh yang ia tampakkan di medsosnya, kebanyakan ingin mengundang wanita-wanita yang tak puas dengan pria yang halal baginya, atau memang suka berfantasi bisa memiliki pria-pria yang menyediakan dirinya bisa 'dipakai' oleh semua manusia yang mampu membayarnya.

Tampang atau bobot tubuh wanita yang memakainya, kadang tak persoalan bagi lelaki bispak (bisa pakai) ini, yang penting bisa bayar, bungkus.... Apalagi kalau dijadikan simpanan, mereka sungguh merasa dapat durian runtuh.

Tentang selera, sebagian lelaki penebar pesona ini tak terbatas sih, ada yang memilih perempuan saja, lelaki saja, dan ada yang memilih keduanya, laki dan perempuan. Yang penting kalau mampu bayar, silahkan transfer di depan, se simpel itu aja.

Oke, itu sekilas tentang lelaki Mokondo ya, biar nyambung dengan kelanjutan tulisannya, terkait pemimpin Mokondo. Jika dirimu atau orang yang kamu kagumi atau yang membayarnu, masuk kategori ini, jangan pula kamu salahkan saya, karena saya ngak nyebut siapa-siapa, apalagi ngetaq akun-akun bersangkutan.

Nah istilah pemimpin itu, tak identik dengan presiden aja ya, apalagi bupati/walikota aja. Namun sampai ke camat, lurah, RW, RT, Suami, sampai pada pemimpin diri sendiri. 

Tentu saya tak sekedar klaim. Ini didukung hadist Rasulullaah SAW, bahwa setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. 

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Nah sampai di sini ngerti kan? Kalau belum dan tetap masih mau lanjut baca tulisannya, baca ulang ke atas, supaya seterusnya lebih paham... Deal ya...

Oke lanjut

Jadi berdasarkan hadist di atas, setiap manusia adalah pemimpin, baik dirinya lelaki maupun perempuan. Sebagai pemimpin bagi diri sendiri, maka dia bertanggung jawab pada hak-hak anggota tubuhnya.

Hak mata contohnya, dia harus diberi asupan vitamin A, agar senantiasa prima digunakan untuk melihat. Dan tentu secara batinnya, dia harus digunakan untuk yang baik-baik agar hak 'bisa melihat' yang ada di tangan Allaah SWT tetap diberikan.

Seorang manusia yang hak melihatnya dicabut Allaah SWT baik karena dosanya yang telah banyak menggunakan matanya untuk berbuat dosa, meski matanya masih bagus, tak bisa lagi ia gunakan untuk melihat. Ia buta dengan mata yang masih indah dan jernih.

Itu juga berlaku bagi hak telinga/pendengaran, hidung/penciuman, dan indra lainnya. Selain itu, tentu ia juga bertanggung jawab pada tubuh bagian dalam, baik itu perut yang harus diisi bahan makanan untuk diolah, paru-paru, jantung, usus, dan organ-organ tubuh lainnya, semua ada haknya masing-masing dan harus dipenuhi.

Sementara bagian luar, ada tubuh yang harus ditutup auratnya dengan pakaian yang dianjurkan Rasulullaah SAW. Berani membuka aurat, berarti berani pula mempertanggungjawabkan perbuatan itu nanti di mahkamah Allaah SWT.

Oke lanjut lagi ya....

Nah jika mau naik satu level lagi, dengan hadiah kesempurnaan ruhiyah, maka seorang lelaki dan perempuan akan menikah. Dengan demikian ia akan memiliki dua sayap yang sempurna untuk terbang menjelajahi kehidupan.

Pada posisi ini, seorang lelaki awalnya hanya akan bertanggung jawab pada istrinya dengan memenuhi segala kebutuhannya yang sebelumnya berada di pundak mertua lelakinya. Jadi jangan berani ijab kabul, jika hanya modal nekad alias modal cinta doank.

Istrimu itu butuh makan, pakaian, bedak, wangi-wangian, rumah yang nyaman, dan lainnya. Kalau nanti diamanahi anak-anak, maka hak-hak mereka juga harus dipenuhi.

Jika tak bisa kau penuhi alias kamu menjadikan istrimu tulang punggung dan kamu hanya sebagai teman tidur, maka lekatlah sebutan untukmu sebagai pemimpin Mokondo. Oke jelas ya sampai di sini...

Nah jika jadi pemimpin rumah tangga saja kamu jangan jadi lelaki Mokondo, apalagi jika kamu memantaskan diri jadi pemimpin banyak orang. Bisa bermula dari ketua RT, RW sampai pada Kepala negara, baik itu sebutannya Khalifah, raja, kaisar, presiden, atau lainnya.

Karena sadarilah, perumpamaan jadi pemimpin pada tingkat ini, berarti telah memastikan diri pantas jadi ayah bagi janda beranak banyak.

Suka tidak suka, harus siap memberi makan anak-anak janda itu, bukan sebaliknya cari makan di harta kekayaan janda dan anak-anaknya, dengan berbagai cara culas yang akan kamu mainkan untuk menguras harta janda itu.

Jika ada satu anak janda yang tak bisa makan, maka berarti kamu telah jadi ayah yang tidak adil. Apalagi santai saja, tidur enak, makan enak, sementara ada anak-anak janda yang tidur dalam kelaparan.

Maka dari itu, setelah kamu disahkan secara hukum jadi suami janda itu, langkah pertama, pastikan bahan pokok cukup, agar semua anak-anak janda bisa dapat makan, mereka tidur dalam keadaan perut berisi makanan.

Pemimpin terdahulu telah mencontohkan, dia memakan makanan terendah sama dengan makanan terendah yg dimakan rakyatnya. Jadi jangan sebaliknya.

Tugas menyejahterakan anak-anak janda kini tergantung di pundak, jadi tak saatnya memikirkan cara mengambil harta janda, untuk nanti dilarikan jika saat bercerai tiba.

Jika itu dilakukan, meski lolos hukum dunia, hukum akhirat tentu menunggu. Itupun kalo percaya, ada kehidupan abadi setelah mati...

Jika kamu berhasil menyejahterakan janda dan anak-anaknya, itu ibarat kamu memiliki anak yatim yang banyak dan semua berhasil kamu bahagiakan dan membawanya bisa taqwa kepada Allaah SWT. 

Tentu itu akan menjadi tiketmu untuk bisa masuk Jannah/surga lebih dulu, dari janda dan anak-anaknya. Sudah satu hal yang lazim, pemimpin yang hebat itu jika siang jalan di depan dan jika malam berjalan di belakang, untuk menjaga orang-orang yang ada dalam tanggung jawabnya.

Maksud siang di sini adalah Jannah/surga, dan malamnya adalah Annar/neraka. Jadi jika kamu pemimpin yang diridhai Allaah SWT, kamu akan memimpin janda dan anak-anaknya masuk surga. 

Namun jika gagal, maka kau akan menghuni neraka paling tergelap, dibanding janda dan anak-anaknya.

Nah... Sekarang pilihan ada di tanganmu, mau jadi pemimpin Mokondo atau jadi pemimpin yang bertaqwa kepada Allaah SWT. Dah itu aja... (Hendri Nova)


 

Share :

Saat ini 0 komentar :